Laman

Senin, 11 Mei 2020

RAMADHAN YANG SELALU KURINDUKAN

RAMADHAN YANG SELALU KURINDUKAN


Penulis : Ahmad Baihaqi

Situasi Ramadhan 1441 H kali ini memang berbeda dengan sebelumnya, karena bulan Ramadan bersamaan dengan adanya pandemi Corona. Meski demikian, umat Islam diperintahkan agar selalu bersabar.

Sesuai ajaran Rasulullah, marilah kita beribadah di bulan Ramadan dengan imanan wahtisaban, agar kita meraih ridla Allah dan memperoleh pengampunan dosa dari-Nya. Umat manusia diimbau melakukan ibadah puasa dengan iman yang kokoh dan niat semata-mata karena Allah.  

Rasulullah SAW bersabda:

مَن صام رمضان إيمانًا واحتسابًا…

“barangsiapa yang berpuasa Ramadhan iimaanan wahtisaaban…”

Arti dari sabda Rasulullah tersebut adalah mengimani bahwa Allah telah mensyariatkan puasa dan mengharapkan pahala puasa dari sisi Allah.
Arti Imanan Wahtisaban
Disebutkan dari kitab Fathul Bari, bahwa kata imanan, berarti meyakini bahwa puasa di bulan suci Ramadan adalah perintah Allah yang wajib untuk dilaksanakan.

Sedang kata “ihtisaban tercatat dalam kitab penjelasan “Shahih al-Bukhari” tersebut masih satu timbangan (sewazan) dengan kata “iftitahan” artinya pembuka. Jadi ihtisaban bermakna perhitungan.

Allah yang akan menghitung pahala puasa yang dilakukan oleh manusia. Oleh sebab itu, berpuasalah dan laksanakan perintah Allah agar memperoleh kemenangan di hari raya Idul Fitri.

Abu Hurairah, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam berkata,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa berpuasa Ramadan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”  (HR. Bukhari)

Dengan demikian, nyata bahwa Allah swt berjanji akan menghapuskan dosa-dosa bagi orang yang beriman dan mengharapkan ridho Allah SWT.

Bulan Ramadhan yang penuh berkah ini akan segera beranjak pergi, musim-musim hujan rahmat dan ampunan tak lama lagi kan berganti, menyisakan perih dan harapan yang belum pasti, selain prasangka baik kepada Allah yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih, semoga dosa-dosa terampuni.

Sungguh kasihan diri kita yang berlumur dosa, tapi tak jua menyesalinya, tak juga bertekad meninggalkannya, kecuali sementara di bulan berkah, hamba seperti inikah yang kan meraih ampunan dosa?! Ingatlah peringatan ulama yang mulia,

فبئس القوم الذين لا يعرفون الله إلا في رمضان

“Sungguh jelek suatu kaum yang tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/140]

Apabila teringat diri yang malas beribadah, tapi mengharap lebih di bulan berkah, ingatlah doa Malaikat Jibril yang mustajabah, dan diaminkan oleh Rasul yang mulia,

شَقِيَ عَبْدٌ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَانْسَلَخَ مِنْهُ وَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ

“Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan, tetapi sampai Ramadhan berakhir, ia belum juga diampuni.” [HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod dari Jabir radhiyallahu’anhu, Shahih Al-Adabil Mufrod: 501]

Terutama di bagian akhir yang tersisa, sepuluh malam yang paling indah, ada malam yang penuh berkah, raihlah dengan sholat malam berjama’ah,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa sholat malam ketika lailatul qodr karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Rosululloh sang panutanpun memberikan teladan, padahal dosa-dosa beliau yang telah lalu maupun yang akan datang; telah dianugerahi ampunan, dari Allah yang Maha Penyayang,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ

“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersungguh-sungguh dalam beribadah di sepuluh hari terakhir Ramadhan melebihi waktu yang lainnya.” [HR. Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]

كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

“Nabi shallallahu’alaihi wa sallam apabila masuk sepuluh hari terakhir Ramadhan maka beliau mengencangkan sarungnya (tidak berhubungan suami istri dan mengurangi makan dan minum), menghidupkan malamnya (dengan memperbanyak ibadah) dan membangun keluarganya (untuk ibadah).” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِه

“Bahwasannya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau, kemudian istri-istri beliau masih melakukan i’tikaf sepeninggal beliau.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]

Inilah petunjuk Rosulullulloh SAW di sepuluh hari yang tersisa, beliau beri’tikaf agar lebih fokus dan lebih giat dalam beribadah kepada Allah ta’ala, memutuskan diri dengan aktifitas dunia, dan mengurangi interaksi dengan manusia,

فمعنى الاعتكاف وحقيقته: قطع العلائق عن الخلائق للاتصال بخدمة الخالق

“Makna i’tikaf dan hakikatnya adalah memutuskan semua interaksi dengan makhluk demi menyambung hubungan dengan khidmah (beribadah secara totalitas) kepada Al-Khaliq.” [Lathooiful Maarif, Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah, hal. 191]

Sungguh jauh berbeda dengan orang-orang yang sudah melupakan masjid-masjid untuk beralih ke pasar-pasar, mal-mal dan jalan-jalan, demi baju baru lebaran, mereka lupa kain kafan, demi berbagai macam makanan di hari raya, mereka lupa tuk membebaskan diri dari api neraka.

Masih ada harapan di akhir Ramadhan, untuk menyesali segala kekurangan, berbenah diri menggapai ampunan, jadikan yang terbaik sebagai penutupan,

عباد الله إن شهر رمضان قد عزم على الرحيل ولم يبق منه إلا القليل فمن منكم أحسن فيه فعليه التمام ومن فرط فليختمه بالحسنى

“Wahai hamba-hamba Allah, sungguh bulan Ramadhan telah bertekad untuk pergi, dan tidak tersisa waktunya kecuali sedikit, maka siapa yang telah berbuat baik di dalamnya hendaklah ia sempurnakan, dan siapa yang telah menyia-nyiakannya hendaklah ia menutupnya dengan yang lebih baik.” [Lathooiful Ma’arif, Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah, hal. 216]

Hingga tak tersisa lagi selain air mata penyesalan dan renungan perpisahan, bersama doa dan harapan, semoga berjumpa lagi di masa yang akan datang,

كيف لا تجرى للمؤمن على فراقه دموع وهو لا يدري هل بقي له في عمره إليه رجوع

“Bagaimana mungkin air mata seorang mukmin tidak menetes tatkala berpisah dengan Ramadhan, Sedang ia tidak tahu apakah masih ada sisa umurnya untuk berjumpa lagi.

Wallohul muwaffiq ilaa Aqwamith thoriq


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by MIN Janti | Bloggerized by Agus | Facebook MIN Janti